Status Gizi Santri Dan Konsep Laku Prihatin
Sudah menjadi stereotype
bagi santri bahwa mereka, para kaum
bersarung, memiliki status gizi yang rendah.
Rendahnya status gizi ini menjadi bagian dari beberapa stereotype lain yang melekat pada diri
santri, misalnya sering gudigen,
berwawasan konservatif, ketinggalan zaman, dan fanatic sempit. Lengkap sudah
catatan-catatan khusus itu melekat pada diri santri.
Berbicara mengenai status gizi santri, tidak terlepas
dari beberapa faktor, yaitu pola konsumsi santri, kegiatan santri, kesadaran
gizi santri, dan konsep laku prihatin (riyadloh)
yang tengah dianut santri. Semua faktor tersebut memiliki kaitan satu sama lain
sehingga pada akhirnya menghasilkan statemen status gizi yang khas bagi kaum
santri. Apabila kita analisa lebih lanjut maka faktor-faktor di atas pada
dasarnya bermuara pada satu faktor, yaitu konsep riyadloh yang dianut santri.
Riyadloh merupakan suatu istilah yang tak asing lagi terdengar
ketika segala sesuatu yang berkaitan dengan pesantren dan identitas santri dikupas. Riyadloh secara
sederhana dapat dipahami sebagai suatu usaha laku prihatin santri dalam belajar
menuntut ilmu sehingga ilmu yang didapatkan menjadi bermanfaat dan berkah.
Dalam praktiknya, laku prihatin santri ini bermacam-macam. Adakalanya, para
santri mengandalkan laku prihatin yang sulit
diterima akal, misalnya puasa yang terlalu memaksakan diri. Bentuk puasa ini
pun bermacam-macam. Kalau misalnya puasa
senin-kamis, maka bisalah hal itu dimengerti dan memang secara kesehatan bisa
dinyatakan menguntungkan. Namun, di kalangan santri puasa tidak hanya berhenti
pada tataran puasa senin-kamis, mereka mencari ‘form’ puasa yang lain, misalnya
puasa mutih selama 40 hari.
Bila dipandang menurut
kacamata gizi, hal di atas benar-benar tidak baik bagi tubuh. Bahkan,
terjadi paradoks antara maksud santri untuk mendapatkan kemanfaatan dan
keberkahan ilmu dengan akibat yang mungkin terjadi bila model laku seperti hal
tersebut dijalankan secara lanjut. Paradoks tersebut berdasarkan kenyataan bahwa
selama ini kegiatan belajar di pesantren merupakan suatu kegiatan yang banyak menyita banyak
energi dan membutuhkan berbagai macam nutrisi untuk mensupport keberhasilan kegiatan tersebut. Dengan mempertimbangkan
hal tersebut maka laku prihatin santri tersebut sebenarnya tidak mendukung
kesuksesan belajar, namun malah bisa menjadi barrier kesuksesan yang mereka dambakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar